LONDON, KOMPAS.com -- Film klasik Lewat Djam Malam, arahan sutradara Usmar Ismail, digemari oleh para penonton di Inggris dalam London Film Festival ke-56, yang diadakan oleh British Film Institute (BFI) di Southbank, London, Jumat lalu (19/10/2012) waktu setempat.
"Proses restorasi film Lewat Djam Malam, yang dalam bahasa Inggris After the Curfew, sangat bagus, apalagi menelan biaya yang tidak sedikit," ujar Prof Matthew Isaac Cohen dari Royal Holloway, University of London, kepada ANTARA London, Jumat malam.
Lebih dari 100 pengemar film di London menikmati film terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 1955 itu. dalam London Film Festival 2012, yang menampilkan film terbaik dari berbagai negara dan berlangsung pada 10-21 Oktober 2012.
Film tersebut menampilkan aktor bernama AN Alcaff dan aktris Netty Herawati sebagai para pemeran utama, serta bintang yang terkenal saat itu, Bambang Hermanto, dan aktris Dhalia sebagai para pemeran pendukung. Lewat film itu, AN Alcaff terpilih menjadi aktor terbaik pada FFI 1955. Menurut Cohen, Usmar Ismail itu belajar tentang film di AS, yang menjadi kiblat dalam industri film dunia, sehingga tidak heran film karyanya sangat menyentuh.
Film itu berhasil direstorasi oleh World Cinema Foundation (WCF), yayasan milik sutradara Martin Scorsese, bekerja sama dengan National Museum of Singapore (NMS). Kineforum, Konfiden, dan Sinematek Indonesia juga terlibat dalam usaha pelestarian film tersebut.
Restorasi itu dilakukan di Laboratorium L'Immagine Ritrovata, Bologna, Italia. Restorasi tersebut dilakukan dari Agustus 2011 hingga beberapa bulan menjelang pemutaran perdana film itu pada 2012.
Biaya restorasi film itu, yang mencapai 200.000 dollar Singapura atau kira-kira Rp 1,4 miliar, ditanggung oleh NMS. Sementara itu, World Cinema Foundation, lembaga yang juga berfokus pada pelestarian film dunia, menyumbang kira-kira 50.000 euro atau kira-kira Rp 700 juta.
Istri Cohen, Aviva Kartiningsih, mengatakan bahwa film Lewat Jam Malam, yang diputar hanya sekali di Southbank, London, lebih bagus ketimbang waktu ditayangkan di televisi di Tanah Air pada 1980-an. "Saya ingat dulu waktu film itu diputar masih banyak garis-garis," ujar Aviva.
Setelah direstorasi, film karya Bapak Perfilman Indonesia itu kembali diputar di bioskop di Jakarta dan Bandung pada Juni 2012. Sebelumnya, film tersebut juga diputar di NMS dan sesi Cannes Classics dalam Festival Film Cannes, Perancis, pada Mei 2012.
Naskah cerita dan skenario film ini ditulis oleh Asrul Sani, yang di kemudian hari dikenal sebagai sutradara film dan sastrawan besar. Latar kisahnya mengambil lokasi di Bandung, sepuluh tahun setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan. Ketika itu, situasi sosial dan politik masih tidak menentu dan tentara memberlakukan aturan jam malam.
***
Dengan gaya yang mengingatkan orang kepada film-film noir yang kelam, Lewat Djam Malam dibuka dengan langkah kaki di jalanan yang basah oleh sisa air hujan. Sepasang kaki itu awalnya melangkah perlahan, namun lama-lama semakin cepat.
Kamera lalu menyorot wajah pemilik sepasang kaki tersebut, seorang lelaki muda yang kusut dan letih. Lelaki itu memercepat langkahnya karena ada serombongan tentara yang mengejar. Rupanya, waktu sudah melewati batas jam malam. Orang tidak boleh berada di luar rumah.
Namun, lelaki tersebut berhasil meloloskan diri dari kejaran tentara dan masuk ke sebuah rumah besar dengan selamat. Di rumah itu, ia disambut seorang perempuan yang telah menunggunya dengan cemas.
Lelaki itu bernama Iskandar (diperankan oleh AN Aclaff) dan baru pulang dari medan perang. Ia meninggalkan ketentaraan untuk "kembali ke masyarakat".
Ia pulang ke rumah pacarnya, Norma (Netty Herawaty). Keesokan harinya, sang calon mertua mencarikannya pekerjaan di Kantor Gubernur di Gedung Sate, namun hari itu juga ia dipecat.
Iskandar pun kemudian menemui teman seperjuangannya, Gafar (Awaludin), yang kini jadi pemborong bangunan. Namun, dengan Gafar ia juga merasa tak cocok. Lalu, ia menemui Gunawan (Rd Ismail), mantan komandannya. Hasilnya malah lebih buruk, Iskandar muak melihat Gunawan yang kini telah jadi bos perusahaan.
Kegalauan Iskandar akhirnya bermuara pada pertemuannya dengan Pujo (Bambang Hermanto), mantan anak buahnya. Pujo kini menjadi centeng di rumah bordil dan itu memertemukan Iskandar dengan pelacur bernama Laila (Dhalia).
Pertemuan-pertemuan itu menguak luka lama dari medan perang. Iskandar ternyata masih dibayangi oleh rasa bersalah atas salah satu pembunuhan pada sebuah keluarga borjuis, atas perintah atasannya dan atas nama revolusi.
Sementara itu, pada saat yang sama, Norma sibuk belanja kue di Jalan Braga untuk pesta menyambut kembalinya Iskandar. Tapi, di manakah Iskandar, sampai malam tak kunjung muncul di arena dansa?
Di rumah bordil bersama Laila atau membuat perhitungan dengan orang-orang dari masa lalu yang kini memberinya kenyataan lain yang menyakitkan?
Usmar Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Maret 1921. Ia menelurkan film-film terbaik lainnya, seperti Darah dan Doa, Enam Djam di Djogja, Tiga Dara, Asrama Dara, Pahlawan Bandung Selatan, Anak Perawan di Sarang Penjamun, dan Ananda.
Karier Usmar ismail diawali dengan menjadi asisten sutradara di Perfini, yang didirikan pada 1950. Ia mengenyam pendidikan di AS pada 1952-1953 di Universitas Los Angeles jurusan film dan mendapat gelar Bachelor of Arts. Ia meninggal dunia pada 2 Januari 1971 dalam usia 49 tahun. karena stroke. (H-ZG/A025/Aditia Maruli)
0 komentar:
Posting Komentar